الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِأَنْفُسِناَوَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِ الله ُفَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ الله ُلَهُ نُوْرًا فَمَا لَهُ مِنْ نُوْرٍ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحُمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللَّهَ وَ مَلَئكتَهُ يُصلُّونَ عَلى النَّبىِّ يَأَيهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صلُّوا عَلَيْهِ وَ سلِّمُوا تَسلِيماً
Dalam rangkan menghadapi hari kelahiran Rasulullah saw, ada baiknya kita menggiatkan ketaqwaan kita dengan jalan menambah rasa cinta dan penghormatan kita kepadanya. Tentunya dengan berbagai ragam cara yang berbeda. Diantara cara yang telah disepkati bersama adalah dengan memperbanyak bacaan sholawat dan salam kepadanya. Baik dengan baca al-Barzanji, diba’i ataupun syaraful anam.إِنَّ اللَّهَ وَ مَلَئكتَهُ يُصلُّونَ عَلى النَّبىِّ يَأَيهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صلُّوا عَلَيْهِ وَ سلِّمُوا تَسلِيماً
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanyaIni tidak berarti bahwa Rasulullah saw memerlukan bacaan shalawat dan salam dari kita, tidak. Beliau juga tidak membutuhkan penghormatan dari umatnya, apa lagi doa dari manusia seperti kita yang masih berlumuran dosa. Rasulullah saw adalah orang yang paling mulia di Jagad Raya. Makhluk yang paling disanjung dan dipuja oleh Allah swt. Bahkan dalam sebuah hadits diterangkan bahwa jikalau tidak karena Muhammad Allah tidak akan menjadikan alam raya serta isinya.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Namun yang tidak kalah pentingnya, dari itu semua adalah melanggengkan usaha mencontoh Rasulullah saw baik dalam shidiqnya, amanahnya, tablignya maupun fathonahnya. Memang di hari sekarang ini menjadi orang baik dan benar bukanlah hal yang Mudah. Tetapi juga bukan hal yang susah, jika kita memang telah meneguhkan hati merambah kebaikan.
Di hari yang penuh rahmat ini, dengan berharap berkah dari kelahiran Rasulullah saw, khatib hendak mengisahkan cerita, betapa beratnya menjaga sebuah amanah dan betapa manisnya buah dari amanah tersebut. Hal ini sebagai motivasi kita bersama meneladani sifat al-amin-nya Rasulullah saw.
Alkisah, Tersebutlah seorang pemuda perantau yang papa. Ia tinggalkan pekarangan rumah dan kebunnya di desa menuju sebuah kota. Sebut saja kota itu Jakarta. Kota metropolitan. Kota pengharapan bagi para pendatang dari berbagai penjuru desa. Sebagai layaknya perantau, pemuda ini tidak banyak membawa bekal kecuali keluguan dan kesederhanaan dan sedikit kemampuan mengaji ala kadarnya. Jangankan tempat tinggal, uang saku pun telah habis untuk ongkos perjalanan. Setelah sekian hari menggelandang, akhirnya ia diperbolehkan menetap di salah satu kamar di bagian masjid dengan berbagai macam tugas dan kewajiban. Adzan, bila waktu shalat tiba dan menyapu jika kotoran bertebaran, juga menjadi tukang parkir jika kebetulan ada tamu jama’ah.
Hari berlalu silih berganti, kadang hari terasa nyaman karena tersedia makanan, kadang kala juga hari-hari menyedihkan tanpa apapun yang dapat dimakan, tidak juga uang sekedar untuk membelinya. Maklumlah pada hari ini belum genap sebulan ia tinggal di sana. Sehingga belum ada uang gaji dan juga belum banyak teman pula. Terhitung sudah dua hari ini ia tidak makan, tiada apapun dapat mengisi perutnya. Keinginan meminta-minta adalah pantangan baginya. Apalagi mengambil yang bukan haknya. Meskipun ia menjaga kotak amal, tak pernah terbersitpun di hatinya untuk menggunakan uang di dalamnya. Di hari ketiga kepayahan benar-benar melanda. dia merasa bahwa hidupnya akan segera berakhir karena kelaparan. Ia berfikir apa yang akan dilakukannya, bukankah saat seperti ini yang dinamakan dharurat ? kondisi terpaksa yang membolehkannya memakan bangkai atau mencuri sekadar untuk bisa menegakkan tulang punggungnya? Itulah pendapatnya ketika rasa lapar mengalahkan logika berpikirnya.
Ia mulai berpikir, rumah siapakah yang berada dibalik dinding masjid itu? Sepertinya rumah itu besar dan kurang begitu ramai. Mungkin ada makanan di sana, sekedar untuk menyambung hidup saja. ia bertekad tidak akan mengambil barang berharga. Pokoknya hanya makanan saja. tembok pembatas dibelakang masjid itu, tidaklah terlalu tinggi. Tidak susah untuk seorang pemuda menaikinya. Hanya dengan sedikit tenaga dorongan dan loncat, dapatlah ia melihat ruang belakang rumah itu, yang kebetulan adalah dapur yang sepi tiada orangnya. Maka, pemuda itupun mencoba melewati dinding dan meloncat di dalam dapur itu. Dengan hati berdebar dan kaki gemetar. Ini pertama kali dia melakukan pencurian selama masa hidupnya. Dengan hati yang terus berbisik ‘bagaimana bisa kau mencuri? Sepanjang umurmu kau tak pernah lakukan itu? Sekarang ketika kau tinggal di masjid, malah hendak melakukannya? Namun kaki itu terus melangkah dengan hukum dharurat yang difahaminya. Hanya alasan inilah yang membuat tangannya meraba sebuah roti bakar di atas meja lalu menguatkan giginya untuk sekedar memotong di bagian ujungnya. Namun ketika selai coklat-strawbery melekat dilidahnya, dan hendak meluncur melalui tenggorakan, pemuda itu teringat kembali bahwa yang dilakukannya adalah pencurian dan sebuah kebodohan. Seolah ia baru tersadarkan bagaimana bisa ia melakukan ini semua, bukankah ia seorang penjaga masjid? Bukankah selama ini ia terbiasa menahan lapar? Kemudian diletakkanlah roti pada tempatnya semula. Lalu ia meloncat tembok pembatas dan kini telah berada di serambi masjid.
Sambil terlentang, pikirannya mengawang -menerawang merekam kembali apa yang telah dikerjakannya. Air matanya sedikit mengalir membasahi pipinya, namun perutnya terus meronta meminta segera diisi dan badannya telah lemas terkulai. Iapun kini berada di alam setengah sadar-setengah pingsan karena lapar. Lamat-lamat telinganya menerima suara dari luar. Suara pengajian ibu-ibu mingguan yang dipandu seorang kyai sesepuh masjid itu. Namun karena terlalu lapar dia tidak dapat memahami apa yang dia dengar.
Ketika pengajian itu usai, masjid telah kembali sunyi. Tinggal kyai dan seorang perempuan jama’ahnya yang terlihat asyik berbincang. Sang pemuda tidak bisa mendengar apa yang sedang dibicarakannya. Karena posisinya yang terlalu jauh, juga karena kesadarannya yang telah direnggut oleh rasa lapar yang mendaulat perutnya. Namun ia tahu ketika kyai itu itu menebarkan mata menyapu segala penjuru dan sudut-sudut masjid. Hingga pandangan itu tertumbuk pada dirinya. Sesosok pemuda yang tidur terlentang di serambi sebelah kanan masjid. Dengan isyarat tangan kyai itu memintanya untuk mendekat. Dengan langkah yang berat, dengan sisa tenaga yang ada ia segarkan wajahnya yang telah kuyu. Ia belalakkan matanya yang telah layu. Ia pendam jauh-jauh rasa lapar yang menggelayuti perutnya.
'Apakah kamu sudah menikah?' begitu Tanya kyai ketika ia telah mendekat. 'Belum,' jawabnya. Kyai itu bertanya lagi, 'Apakah kau ingin menikah?'. Pemuda itu diam. Lalu kyai itu mengulangi lagi pertanyaannya. Sebenarnya pemuda ini tidak begitu konsentrasi menjawab pertanyaan sang kyai. Pikirannya hanya tertuju pada rasa lapar dan cara menaklukkannya. Bisa jadi pemuda ini hanya menganggap pertanyaan kyai itu sekedar basa-basi. Akhirnya pemuda itu angkat bicara, 'Ya kyai, demi Allah! Aku tidak punya uang untuk membeli roti, bagaimana aku akan menikah?. Kyai itu menjawab, 'Wanita ini telah ditinggal mati suaminya, dan dia tidak memiliki sesiapa pun di dunia kecuali seorang paman yang sudah tua dan miskin', kata kyai itu sambil melihat kerah perempuan yang sedang duduk di sampingnya. Kyai itu melanjutkan pembicaraannya, 'wanita ini mengharapkan seorang lelaki sebagai pendamping hidupnya, untuk menemaninya menjalani kehidupan dan menjaga bila tetjadi sesuatu dengannya. Maukah kau menikah dengannya? Pemuda itu menjawab 'Ya, lah kyai'. Kemudian kyai bertanya kepada wanita itu, 'Apakah engkau mau menerimanya sebagai suamimu?', ia menjawab 'Ya'. Maka kyai itu mendatangkan pamannya dan dua orang saksi kemudian melangsungkan akad nikah dan membayarkan mahar untuk pemuda penjaga masjid itu.
Pernikahan selesai, kemudian sang istri mengajak nya pulang ke rumahnya. Setelah keduanya masuk ke dalam rumah dan mereka mulai berkomunikasi berakrab-akraban. Tampaklah oleh pemuda itu, bahwa dia adalah seorang wanita yang masih muda dan cantik. Beberapa saat kemudian sang istri mengajak suaminya si penjaga masjid itu dan memperkenalkannya dengan berbagai ruangan di dalam rumah itu. Ada ruang keluarga, ada kamar tempat mereka tidur, ada kamar mandi, dan ada pula ruang makan yang menyatu dengan dapur paling belakang. Ketika menatap dinding yang melatari dapur itu, suami itu langsung menengadahkan mukanya ke atas mengawasi batasan tembok dan ia merasa tidak asing dengan kondisi ruang ini. Iapun merasa mengenal dinding itu. Lalu ia menemukan jawabnya bukankah di belakang tembok pembatas ini adalah masjid yang didiaminya? Rupanya pemuda itu baru sadar bahwa rumah itu adalah rumah yang tadi ia masuki.
Belum selesai pertanyaan dalam pikiran itu, sang isteri datang menghampiri dan bertanya, 'Kau ingin makan?' 'Ya' jawabnya. ‘Duduklah, kita akan makan bersama di meja ini untuk kali pertama’. kata sang istri dengan nada romantisnya. Lalu dia buka tutup maknan di atas meja. Saat melihat sepotong roti isi coklat-strowbery yang telah cuil diujungnya, sang istri berkata dengan heran: 'lho kok roti ini cuil ujungnya? Siapa yang mengigitnya? Bukankah kucing tak doyan roti?. Maka pemuda yang kini telah menjadi suami itu menangis dan menceritakan segala kisahnya. Lalu sang isterinya berkata, 'Ini adalah buah dari sifat amanah, kau jaga kehormatanmu dan kau tinggalkan roti yang haram itu, lalu Allah berikan rumah ini semuanya berikut pemiliknya dalam keadaan halal. Barang siapa yang meninggalkan sesuatu ikhlas karena Allah, maka akan Allah ganti dengan yang lebih baik dari itu.
Hadirin Jama’ah Jum’ah yang berbahagia
Demikian nasib pemuda itu. Ia berhasil mengalahkan keburukan dengan kebesaran jiwanya. Dengan keyakinannya. Demikian juga dengan kita. Saya yakin sekali, bahwa ketika hendak melakukan sebuah keburukan, hati kecil kita selalu berontak, minimal mempertanyakannya. Bukankah yang akan aku kerjakan ini sebuah keburukan? Bukankah ini sebuah kejahatan?. Namun sayang sekali, seringkali kita mengalahkan dan mengabaikan bisikan-bisikan hati kecil itu. Yang berarti pula kita kita menghianati Allah swt dan Rasul-Nya. dalam al-Anfal 27
يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُواْلاَ تَخُونُواْاللّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُواْأَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُم تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahuiSekarang kita tahu betapa beratnya menjaga amanah itu. Menjaga amanah terberat adalah menjaga amanah Allah swt yang dititipkan kepada kita berupa baik harta, keluarga, negara dan jiwa kita sendiri. Namun demikian Rasulullah saw adalah penjaga amanah tersukses di sepanjang sejarah kehidupan manusia. Ia dapatkan julukan al-amiin betapa mulianya.
Demikianlah khutbah kali ini semoga kita senantiasa mendapatkan pertolongan dari Allah swt untuk berteguh hati menjaga amanah dari-Nya. amien
KHUTBAH KEDUA:
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى
وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
Sumber:Situs NU Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar